Skip to main content

Pendekatan Konseling Naratif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psikolog Jerome Bruner (1990) berpendapat bahwa terdapat dua cara untuk mengetahui dunia. Ada yang disebutnya dengan pengetahuan Prangmatis (pragmatic) yang melibatkan penciptaan model abstrack dari realitas. Kemudian ada yang disebutnya pengetahuan narasi (narativ) yang didasarkan pada pemahaman terhadap dunia melalui cerita. Bruner berpendapat bahwa kehidupan sehari hari kita penuh dengan cerita, kita bercerita kepada diri, dan orang lain sepanjang waktu. Kita menyetrukturkan, menyimpandan mengkomunikasikan komunikasi pengalaman kita melalui cerita, kita hidup dalam kultur yang di penuhi oleh cerita, opera, cerita keluarga dan hasil lain sebagai nya. Tapi ungkap Bruner hingga saat ini ilmu sosial dan psikologi secara keseluruhan sangat sedikit memberikan perhatian. B. Rumusan Masalah. 1. Apa saja nama pendekatan terapi naratif? 2. Bagaimana sejarah perkembangan pendekatan terapi naratif? 3. Bagaimana hakikat manusia menurut pendekatan terapi naratif? 4. Bagaimana perkembangan perilaku manusia menurut pendekatan terapi naratif? 5. Bagaimana hakikat konseling menurut pendekatan terapi naratif? 6. Bagaimana kondisi pengubahan menurut pendekatan terapi naratif? 7. Bagaimana mekanisme pengubahan, yang meliputi tahap-tahap konseling dan teknik-teknik konseling menurut pendekatan terapi naratif? 8. Apa hasil-hasil penelitian pendekatan terapi naratif? 9. Bagaimana kelebihan dan kelemahan pendekatan terapi naratif? C. Tujuan. Untuk mengetahui; 1. Nama pendekatan terapi naratif. 2. Sejarah perkembangan pendekatan terapi naratif. 3. Hakikat manusia menurut pendekatan terapi naratif. 4. Perkembangan perilaku manusia menurut pendekatan terapi naratif. 5. Hakikat konseling menurut pendekatan terapi naratif. 6. Kondisi pengubahan menurut pendekatan terapi naratif. 7. Mekanisme pengubahan, yang meliputi tahap-tahap konseling dan teknik-teknik konseling menurut pendekatan terapi naratif 8. Hasil-hasil penelitian pendekatan terapi naratif. 9. Kelebihan dan kelemahan pendekatan terapi naratif.  BAB II PEMBAHASAN 1. NAMA PENDEKATAN Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Narrative Therapy. 2. SEJARAH PERKEMBANGAN Naratif terapi berasal dari Australia yang dikerjakan oleh Michel White dan David Epson (1990). White percaya bahwa hanya melalui pengetahuan orang bisa benar-benar menjadi penulis kehidupan mereka sendiri. Michael White adalah pasangan penemu dari naratife terapi yaitu David Epston, dia tinggal Dulwich Center di Adelaide, Australia. David Epston adalah salah satu pengembang dari naratif therapi dia adalah assisten direktur di pusat terapi Aucland, New Zeland dan penulis serta pengajar dalam ide-ide narrative. Dia sering melakukan perjalanan internasional, penyaji kuliah dan lokakarya di Australia, Eropa dan Amerika utara.Diantara sekian banyak yang menarik dari profesinyaadalah bekerja dengan anak-anak penderita asma, membuat kelompok pendukung bagi wanita yang hidupnya terancam oleh anorexia dan menarik hati ayah yang tidak suka menjadi orang tua bagi anak-anaknya. Mengantarkan banyak Bukunya Terapi Naratif untuk tujuan Mengobati (1990), Karangan kehidupan wawancara and ujian tulis (1995), dan Narratif untuk terapi kehidupan (1997). David epston sebagai pembantu direktur pengembangan terapi Naratif dari pusat terapi keluarga di Auckland, Slandia baru, dan dia sebagai penulis dan guru dari ide-ide naratif, sebagai pelancong internasional, dosen pada pusat pelatihan di Australia, Eropa dan Amerika Utara. Profesional terhadap ancaman kehidupan anak-anak berpenyakit Asma, berjuang untuk kelompok wanita penyandang Anoreksia, dan melibatkan ayah yang dilepas oleh anak-anaknya. Penulis buku Makna Akhir Terapi Naratif (1990), Terapi Naratif untuk Anak dan Keluarga (1997). Suka bersepeda dan mencintai istrinya Anne di rumah pengasingan di sebuah pulau Waiheke. Terapi Naratif mengadopsi pendekatan yang melibatkan perubahan fokus dari teori paling tradisional. Terapis dianjurkan untuk membangun pendekatan kolaboratif dengan minat khusus pada klien dengan mendengarkan cerita-cerita untuk mencari tahu dalam kehidupan klien ( mis.tinggal alternatif cerita) menggunakan pertanyaan sebagai cara untuk melibatkan klien dan memfasilitasi mereka eksplorasi, untuk menghindari diagnosis dan pelabelan klien atau menerima sepenuhnya berdasarkan deskripsi masalah untuk membantu klien dalam pemetaan pengaruh masalah yang dimiliki dalam kehidupan mareka dan untuk membantu klien memisahkan diri dari cerita-cerita yang dominan yang telah diinternalisasi sehingga hati atau pikiran yang sering kali disebut sebagai ruang dapat dibuka untuk menciptakan kisah kehidupan alternatif(Freddman&Combs, 1996). a. Peran Stories Kita hidup dengan cerita yang kita ceritakan tentang diri kita dan orang lain katakan tentang kita.Cerita ini sebenarnya membentuk realitas yang dalam, bahwa mereka membangun dan membentuk apa yang kita lihat, rasakan dan lakukan. Cerita kita hidup dan tumbuh dari percakapan dalam konteks sosial dan budaya. Tetapi klien tidak mempunyai peran patologis, korban yang hidup tanpa harapan dan meyedihkan, melainkan mereka muncul sebagai pemenang yang berani menceritakan kisah-kisah nyata. Cerita tidak mengubah orang yang mengatakan cerita, tetapi juga mengubah terapis yang beruntung menjadi bagian dari proses ini( Monk, 1997). b. Mendengarkan dengan membuka fikiran Semua teori kontruksionis sosial menekankan pada klien untuk mendengarkan tanpa menghakimi atau menyalahkan, menegaskan dan menghargai mereka. Lindsley (1994) menekankan bahwa terapis dapat mendorong klien untuk mempertimbangkan kembali peniaian absolut yang bergerkak ke arah melihat keduanya “baik” dan “buruk”unsur-unsur dalam situasi. Terapis Naratif melakukan upaya tanpa memaksakan sistem nilai mereka dan interpretasi.Mereka ingin menciptakan makna dan kemungkinan-kemungkinan baru klien yang berbagi cerita bukan dari prasangka dan pada akhirnya sebuah teori dan nilai penting dipaksakan.Walaupun terapis Naratif membawa kepada usaha terapis tentang sikap tertentu seperti: optimisme, hormat, keingintahuan, ketekunan, dan menghargai klien untuk mengetahui, mereka dapat mendengarkan masalah-kisah kejenuhan klien tanpa terjebak. Sebagai terapis Naratif, dalam mendengarkan cerita klien, mereka tetap waspada untuk rincian yang memberikan bukti dari kompetensi klien dalam melawan masalah yang menindas. 3. HAKIKAT MANUSIA Berdasarkan konsep perilaku manusia, prinsip kerja konseling berdasarkan konseling naratif ini didasarkan atas asumsi sebagai barikut: 1. Perspektif Naratif berfokus pada kemampuan manusia untuk berpikir kreatif dan imajinatif. 2. Praktisi Naratif tidak pernah menganggap bahwa ia tahu lebih banyak tentang kehidupan klien daripada yang mereka lakukan. 3. Klien adalah penafsir utama pengalaman mereka sendiri. 4. Praktisi Naratif melihat orang sebagai agen aktif yang mampu memperoleh makna keluar dari dunia pengalaman mereka. Dengan demikian, proses perubahan dapat difasilitasi, tetapi tidak diarahkan oleh terapis. 4. PERKEMBANGAN PERILAKU a. Struktur Kepribadian b. Pribadi Sehat dan Bermasalah 1. Pribadi sehat a. Individu yang memahami kehidupan mereka yang tampaknya teratur di dalam dan di luar. b. Individu yang mampu mempromosikan interaksi keluarga yang sehat dan memberikan pemahaman untuk pembangunan sosial makna dalam kehidupan pribadi. c. Individu yang mampu memahami pikiran dan sistem kepercayaan yang berasal dari kenangan awal dan interaksi dalam kehidupan. 2. Pribadi bermasalah a. Individu yang merasa sebagai akibat tunggal sebuah narasi pribadi penderitaan, ketakutan atau tidak berharga. b. Individu yang tidak dapat mengeksplorasi ke dalam diri mereka sendiri, c. Individu yang selalu dibayang bayangi oleh keinginan atau harapan, aspirasi ketakutan penyesalan dan luka emosional. 5. HAKIKAT KONSELING Hakikat konseling dari pendekatan naratif ini adalah keaktifan konselor sebagai fasilitator dan keaktifan konseli dalam menyampaikan cerita kehidupannya yang menjadi inti dari pendekatan naratif. 6. KONDISI PENGUBAHAN a. Tujuan Tujuan umum pendekatan konseling narasi adalah membawa konseli agar dapat mengambarkan pengalaman mereka dalam bahasa baru dan segar. Dalam hal ini ddilakukan sampai konseli menemukan pandangan baru bagi pikiran yang bermasalah, perasaan dan prilaku. Terapi narasi hampir selalu mencakup kesadaran akan dampak dari berbagai aspek budaya dominan pada kehidupan manusia. b. Peran Konselor Konsep perawatan, hormat, rasa ingin tahu, keterbukaan, empati, kontak dan bahkan terpesona dipandang sebagai keharusan relasional. Yang tidak mengetahui posisi, yang memungkinkan terapis untuk mengikuti, menegaskan, dan dibimbing oleh cerita-cerita dari klien mereka, menciptakan pengamat dan peran fasilitator untuk terapi dan terintegrasi dengan pandangan postmodern penyelidikan manusia. Sebuah tugas utama terapis adalah membantu klien membangun alur cerita pilihan. Terapis Naratif mengadopsi sikap hormat dicirikan rasa ingin tahu dan bekerja dengan klien untuk menjelaskan kedua dampak dari masalah mereka dan apa yang mereka lakukan untuk mengurangi efek dari masalah (Winslade & Monk,1999).Salah satu fungsi terapis adalah menanyakan pertanyaan-pertanyaan dari klien dan berdasarkan pada jawaban, menghasilikan pertanyaan lebih lanjut. Seperti solusi yang berfokus pada terapis, terapis Naratif menganggap klien adalah ahli ketika datang ke apa yang ia inginkan dalam hidup. Terapis Naratif cenderung untuk menghindari penggunaan bahasa yang mengaktifkan diagnosis,penilaian dan intervensi. Fungsi-fungsi seperti diagnosis, penialian dan intervensi sering memberikan prioritas kepada dokter itu “kebenaran’ atas pengetahuan klien tentang kehidupan mereka sendiri. Pendekatan Naratif memberikan penenkanan pada pemahaman klien, pemahaman hidup, dan menekankan kembali upaya untuk meramalkan, menafsirkan,dan patologis. Praktisi Naratif tidak berhati-hati unutuk menyatakan bahwa peran utama mengambil inisiatif dalam kehidupan orang lain atau bahkan merebut (kekuasaan) dari klien dalam membawa perubahan (Winslade, Crocket dan Monk,1997). c. Peran Konseli Terapis narasi mengasumsikan klien adalah ahli ketika datang ke apa yang dia inginkan dalam hidup. Dalam hal ini berarti konseli berperan aktif dalam konseling karena konseli yang mengetahui dirinya dan kehidupannya. d. Situasi Hubungan Kualitas seorang terapis sangat penting untuk membawa ke arah usaha terapi. Beberapa di antaranya mencakup sikap optimisme dan rasa hormat, keingintahuan dan ketekunan, menghargai pengetahuan klien dan menciptakan hubungan khusus yang ditandai dengan pembagian kekuasaan yang nyata dalam dialog( Winslade & Monk,1999). Kolaborasi, belas kasih refleksi, dan penemuan adalah ciri hubungan yang terapeutik Jika hubngan ini tidak benar-benar kolaboratif, terapis harus menyadari bagaimana kekuasaan memanifestasikan dirinya dalam praktek profesional. Ini tidak berarti bahwa terapis tidak otoritas sebagai seorang profesional. Dia menggunakan otoritas ini, walaupun dengan memperlakukan klien sebagai ahli dalam kehidupan mereka sendiri. Winslade, Crocket, & Monk (1997) menjelaskan kerja sama ini sebagai coauthoring berbagi otoritas. Klien berfungsi sebagai penulis ketika mereka memiliki otoritas untuk berbicara atas nama mereka sendiri.Dalam pendekatan Naratif, “ terapis –as- ahli” digantikan oleh “klien- as - ahli.” Atau bisa disebut konselor dalam proses konseling menjadi konseli yang tidak profesional dan konseli dalam proses konseling menjadi pihak yang ahli. 7. MEKANISME PENGUBAHAN a. Tahap-tahap Konseling Gambaran singkat tahap tahap konseling naratif dalam buku (O'Hanlon, 1994, hlm 25-26): 1. Berkolaborasi dengan klien untuk datang dengan nama yang dapat diterima bersama untuk masalah tersebut. 2. Melambangkan masalah dan menghubungkan pada keinginan yang menekan dan strategi untuk masalah tersebut. 3. Menyelidiki bagaimana masalah telah menggangu atau mendominasi atau mengecilkan hati atau mengecewakan klien. 4. Mintalah klien untuk melihat ceritanya dari perspektif yang berbeda dengan menawarkan makna alternatif dari peristiwa yang dialaminya . 5. Temukan saat-saat ketika klien tidak didominasi atau berkecil hati oleh masalah dengan mencari pengecualian untuk masalah ini. 6. Menemukan bukti historis untuk mendukung pandangan baru dari klien sebagai orang yang cukup kompeten untuk menantang, mengalahkan atau keluar dari dominasi atau tekanan masalah. (Pada tahap ini identitas orang tersebut dan kehidupan cerita mulai dapat ditulis ulang.) 7. Meminta klien untuk berspekulasi mengenai masa depan bagaimana yang bisa diharapkan dari kekuatan dan kompetensi seseorang. Sehingga klien menjadi terbebas dari cerita-cerita masalah yang menjenuhkan dari masa lalu, dan ia dapat membayangkan dan merencanakan untuk masa depan yang kurang bermasalah. 8. Menemukan atau menciptakan audiens untuk memahami dan mendukaung cerita baru. Tidaklah cukup untuk membaca cerita baru. Klien perlu untuk hidup baru cerita luar terapi. Karena orang masalah awalnya dikembangkan dalam konteks sosial dan penting untuk melibatkan lingkungan sosial dalam mendukung kisah hidup baru yang telah muncul dalam percakapan dengan terapis. 9. Winslade dan Monk (2007) menekankan bahwa percakapan narasi tidak mengikuti perkembangan linier dijelaskan di sini, karena lebih baik memikirkan langkah-langkah dalam hal perkembangan siklus yang mengandung unsur-unsur berikut: a. Pindah cerita masalah ke arah deskripsi externalized masalah. b. Peta efek dari masalah pada individu. c. Dengarkan tanda-tanda kekuatan dan kompetensi di problemsaturated individu cerita. d. Membangun cerita baru kompetensi dan mendokumentasikan prestasi ini. b. Teknik-teknik Konseling Sebagai suatu pendekatan, konseling Naratif lebih dari penerapan keterampilan; itu didasarkan pada karakteristik pribadi terapis yang menciptakan iklim yang mendorong klien untuk melihat kisah-kisah mereka dari berbagai perspektif. Pendekatan ini juga merupakan ekspresi sikap etis, yang didasarkan kerangka filosofis. Kerangka konseptualnya adalah praktek-pratek yang diterapkan untuk membantu klien dalan menemukan makna-makna baru dan kemungkinan-kemungkinan baru dalam hidup mereka(Winslade & Monk,1999). 1. Pertanyaan-Pertanyaan dan Lebih Pertanyaan terapis mungkin tampak tertanam dalam percakapan yang unik, bagian dari sebuah dialog tentang dialog sebelumnya, sebuah peristiwa penemuan yang unik, atau proses eksplorasi budaya dominan dan keharusan. Apapun tujuanya pertanyaan yang sering merupakan lingkaran atau relasional, dan mereka berusaha untuk memberdayakan klien dalam cara-cara baru. Gregory Batesons (1972) menggunakan ungkapan terkenal, pertanyaan-pertanyaan dalam mencari perbedaan yang akan membuat perbedaan. Bateson berpendapat bahwa kita belajar dengan membandingkan suatu fenomena dengan yang lain dan menemukan apa yang disebutnya “berita perbedaan” Terapis Naratif menggunakan pertanyaan sebagai suatu cara untuk menghasilkan pengalaman dari pada mengumpukan informasi. Tujuan pertanyaan ini adalah untuk menentukan dan membangun pengalaman klien sehingga terapis memiliki arah untuk mengejar. Pertanyaan selalu bertanya dari posisi hormat, keingintahuan dan keterbukaan. Terapis menggunakan pendekatan Naratif ingin mendekonstruksi wacana yang mendukung keberadaan masalah. Melalui pengajuan pertanyaan terapis memberikan kesempatan klien untuk mengeksplorasi berbagai dimensi situasi kehidupan mereka. Melakukan hal ini membantu membawa keluar asumsi-asumsi budaya yang memberikan sumbangan kepada perkembangan masalah. Terapis tertarik untuk mengetahui bagaimana masalah terlerbih dahulu menjadi jelas, dan bagaimana mereka mempengaruhi pandangan klien sendiri (Monk,1997). Terapis Naratif berusaha melibatkan orang-orang dalam masalah jenuh mendekonstruksi cerita, mengidentifikasi arah pilihan dan menciptakan cerita alternatif yang mendukung arah pilihan ini (Freedman&Combs,1996). Ekternalisasi dan dekonstruksi Naratif berbeda dari banyak terapis tradisional, terapi percaya bukan orang yang bermasalah, tetapi masalah adalah masalah. Hidup dalam kehidupan berarti berkaitan dengan masalah, tidak menyatu dengan mereka. Masalah masalah dan cerita cerita jenuh memiliki dampak pada masyarakat dan dapat mendominasi hidup dalam cara-cara yang negatif. Asumsi tentang masalah yang diterima secara tidak kritis membatasi kesempatan klien dan terapis untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan baru untuk perubahan (McKenzie&Monk,1997). Terapis Naratif membantu klien mendekonstruksi cerita masalah dengan pembongkaran dan memberikan asumsi tentang sebuah peristiwa, yang kemudian membuka kemungkinan alternatif untuk hidup (Bertolino& O^Hanlon,2002;Winslade & Monk, 1999). Eksternalisasi merupakan salah satu proses dekonstruksi kekuatan sebuah narasi dan memisahkan orang dari mengidentifikasikan masalah dan kadang-kadang memberinya nama. Ketika orang memandang diri mereka “menjadi” masalah, mereka terbatas dalam cara mereka dapat secara efektif menangani masalah. Dampak dari pergeseran bahasa halus ini memungkinkan klien untuk mengalami masalah seperti yang terletak di luar diri mereka. Alih-alih menjadi masalah, individu memiliki hubungan dengan masalah . Kebanyakan klien mungkin tidak mengidentifikasi efek keseluruhan cerita masalah, mungkin karena mereka takut kewalahan dengan kesulitan mereka. Metode yang digunakan untuk memisahkan orang dari masalah ini disebut sebagai Percakapan Eksternalisasi. Percakapan eksternalisasi melawan penindas, masalah-cerita jenuh, dan memberdayakan klien untuk merasa kompeten dalam menangani masalah-masalah yang mereka hadapi. Dua cara untuk penataan percakapan eksternalisasi adalah : 1. Memetakan pengaruh masalah dalam kehidupan seseorang. 2. Memetakan pengaruh kehidupan seseorang dalam perkembangan masalah (McKenzie&Monk,1997). Pemetaan pengaruh masalah menghasilkan banyak informasi yang berguna dan sering mengakibatkan orang-orang kurang merasa malu dan menyalahkan. Orang merasa didengarkan dan dipahami ketika pengaruh masalah dieksplorasi secara sistematis. Ketika pemetaan ini dilakukan dengan hati-hati, itu meletakkan dasar untuk co-authoring alur cerita baru untuk klien. Sebuah pertanyaan umum adalah “Kapan masalah ini pertama kali muncul dalam hidup Anda?” Tugas terapis adalah membantu klien dalam menelusuri masalah dari ketika itu berasal hingga saat ini. Terapis meletakkan masa depan masalah dengan bertanya, “Jika masalah itu akan berlanjut selama satu bulan (atau setiap periode waktu), apakah artinya ini bagi anda?” Pertanyaan ini dapat memotivasi klien untuk bergabung dengan terapis dalam memerangi dampak efek masalah. 2. Pencarian Hasil yang Unik Dalam pendekatan Naratif pertanyaan eksternalisasi adalah pertanyaan yang diikuti dengan hasil yang unik. Terapis berbicara kepada klien tentang saat-saat pilihan atau kesuksesan mengenai masalah. Apakah ini dilakukan dengan memilih untuk perhatian setiap pengalaman yang terpisah dari cerita masalah, terlepas bagaimana hal itu mungkin tampak tidak penting bagi klien. Terapis mungkin bertanya: ”Apakah pernah ada waktu dimana kemarahan ingin membawa Anda selesai, dan Anda melawan? Apa itu seperti Anda? Bagaimana kau melakukannya?” Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan untuk menyoroti masalah saat-saat ketika tidak terjadi atau ketika masalah telah ditangani dengan sukses. Hasil unik sering bisa ditemukan di masa lalu atau masa kini, tetapi mereka juga dapat membuat hipotesis untuk masa depan. 3. Cerita Alternatif dan Re-authoring Membangun cerita baru berlangsung sejalan dengan dekonstruksi, dan terapis naratif terbuka untuk mendegarkan cerita-cerita baru. Orang dapat terus-menerus dan secara aktif menulis kembali kehidupan mereka, dan terapis Naratif mengundang klien ke penulis stonier alternatif, melalui” hasil unik”atau sesuatu yang tidak diprediksi oleh masalah-cerita jenuh. Sebuah titik balik wawancara naratif datang ketika klien membuat pilihan apakah akan terus hidup dengan masalah kisah jenuh atau membuat cerita alternatif (Winslade&Monk,1999). Melalui penggunaan kemungkinan pertanyaan unik, terapis bergerak fokus ke masa depan. Sebagai contoh: “Mengingat apa yang telah Anda pelajari tentang diri Anda, apa langkah berikutnya yang mungkin Anda ambil? Ketika Anda bertindak dari identitas pilihan Anda, tindakan apa yang mengarahkan Anda untuk berbuat lebih banyak ?”Pertanyaan seperti itu mendorong orang untuk merenungkan apa yang telah mereka capai saat ini dan apa langkah berikutnya yang mungkin. Narasi mendokumentasikan bukti, praktisi percaya bahwa cerita-cerita baru berarti hanya ketika ada penonton untuk menghargai dan mendukung mereka. Dengan demikian penonton yang apresiasif terhadap perkembangan baru secara sadar mencari, untuk mendapatkan berita bahwa perubahan berlangsung perlu terjadi jika cerita alternatif tetap hidup(Andrews&Clark,1996). Salah satu tehnik untuk mengkonsolidasi keuntungan klien adalah dengan menulis surat. Narasi surat ditulis oleh para terapis untuk mencatat sesi dan mencakup sebuah deskripsi eksternalisasi masalah dan pengaruhnya terhadap klien serta memperhitungkan kekuatan dan kemampuan yang diidentifikasi dalam satu sesi.Surat menyoroti perjuangan klien memiliki masalah dan menarik perbedaan antara masalah-cerita jenuh dan mengembangkan cerita dan pilihan baru(McKenzie&Monk,1997). Busur surat-surat ini sering dikirimkan kepada klien antara sesi (Andrews, Clark, &Baird, 1997). Epston telah mengembangkan fasilitas khusus untuk membawa pada dialog antara sesi terapi melalui penggunaan huruf (White & Epston,1990). David Nylund, pekerja sosial klinis, menggunakan huruf narasi sebagai bagian dasar dari praktek. Nylund menggambarkan kerangka kerja konseptualnya yang telah berguna dalam penataan surat kepada klien (Nylund&Thomas,1994) 8. HASIL PENELITIAN Terapi naratif mengandung pengertian bahwa seseorang membangun pengetahuan melalui interaksi. Kata-kata seperti mencari jalan dan mengatasi biasa digunakan dalam pendekatan ini dimana setiap orang tampak sebagai pahlawan yang telah menyelesaikan masalah yang mencekam dirinya. Pada akhir terapi, kejelasan memberi makna bagi konseli sebagai kemenangan dalam menyelesaikan masalah yang telah menindas mereka sebelumnya. Gagasan naratif memberi metode alternatif bagi konselor untuk berbicara dengan konseli tentang masalah dan cara pemecahan. Penggunaan bahasa yang unik ini kondusif untuk melaksanakan bimbingan dan konseling kolaboratif. 9. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN a. Kelemahan: 1. Cerita bisa dibuat-buat. 2. Membutuhakan waktu yang panjang. b. Kelebihan: 1. Memiliki nilai. 2. Mendapatkan solusi yang lebih cepat. 3. Lebih fleksibel dan dapat dikombinasikan dengan pendekatan pengobatan lain yang komplitable. 4. Bisa diterapkan di segala jenjang umur dan status social. 5. Cerita dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain, berbentuk sepanjang jalan, dan diberikan kepada orang sebagai warisan dari keluarga mereka. 6. Bisa berbagi perasaan dengan orang lain. 7. Mengembangkan hubungan yang dekat. 8. Memungkinkan orang untuk mengenali kemampuan. 9. Berpartisipasi aktif. 10. Berpikir kreatif dan imajinatif. BAB III PENUTUP A. Simpulan Naratif terapi berasal dari Australia yang dikerjakan oleh Michel White dan David Epson (1990). Hakekat manusia menurut teori Naratif: manusia berpikir kreatif dan imajinatif, klien tahu lebih banyak tentang kehidupannya, Klien adalah penafsir utama pengalaman mereka sendiri, konseli sebagai agen aktif yang mampu memperoleh makna keluar dari dunia pengalaman mereka. Pribadi sehat menurut naratif teori adalah Individu yang memahami kehidupan mereka yang tampaknya teratur di dalam dan di luar, Individu yang mampu mempromsikan interaksi keluarga yang sehat dan memberikan pemahaman untuk pengembangan sosial, Individu yang mampu memahami pikiran dan sistem kepercayaan yang berasal dari kenangan awal dan interaksi dalam kehidupan. Pribadi yang bermasalah adalah Individu yang merasa sebagai akibat tunggal sebuah narasi pribadi penderitaan, ketakutan atau tidak berharga, Individu yang tidak dapat mengeksplorasi ke dalam diri mereka sendiri, Individu yang selalu dibayang bayangi oleh keinginan atau harapan, aspirasi ketakutan penyesalan dan luka emosional. Hakekat konseling naratif adalah keaktifan konselor sebagai fasilitator dan keaktifan konseli dalam menyampaikan cerita kehidupannya yang menjadi inti dari pendekatan naratif. Tujuan pendekatan naratif: membawa konseli agar dapat mengambarkan pengalaman mereka dalam bahasa baru dan segar. Peran konselor atau tugas utama terapis adalah membantu klien membangun alur cerita pilihan. Peran konseli konseli berperan aktif dalam konseling karena konseli yang mengetahui dirinya dan kehidupannya. Status hubungan konseling yaitu “ terapis –as- ahli” digantikan oleh “klien- as - ahli.” Tahap tahap konseling nartif: mengadakan kontrak kolaborasi bersama klien untuk meyelesaikan masalah bersama, menguhubungkan masalah dengan keinginanya dan sterategi penyesaianya, menganalisis masalah yang dihadapi klien, memberekian alternatif makna terhadap masalah yang di ceritakannya, mintalah klien bersepekulasi atas masa depannya sehingga dia tidak ingat masa lalunya, menemukan atau menciptakan audiens untuk memahami dan mendukaung cerita baru. Tehnik konseling naratif: pertanyaan pertanyaan yang lebih, pencarian hasil unik, ceria alternatif dan re-audthoring. Hasil penelitian yaitu Gagasan naratif memberi metode alternatif bagi konselor untuk berbicara dengan konseli tentang masalah dan cara pemecahan. Kelemahan dan kekurangan pendekatan naratif: cerita bisa di buat buat, membutuhkan waktu yang panjang. Dan kelebihanya adalah: Memiliki nilai, Mendapatkan solusi yang lebih cepat, Lebih fleksibel dan dapat dikombinasikan dengan pendekatan pengobatan lain yang komplitable, Bisa diterapkan di segala jenjang umur dan status social, Cerita dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain, berbentuk sepanjang jalan, dan diberikan kepada orang sebagai warisan dari keluarga mereka, Bisa berbagi perasaan dengan orang lain, Mengembangkan hubungan yang dekat, Memungkinkan orang untuk mengenali kemampuan, Berpartisipasi aktif, Berpikir kreatif dan imajinatif. B. Saran Mungkin jika di teliti lebih dari sudut pandang yang berbeda akan muncul kesimpulan lain dan lebih baik. Namun untuk saat ini kami sudah merasa cukup. Dan apabila muncul pemikiran pemikiran yang lebih baik dalam pembahsan ini kami akan lakukan perubahan yang lebih baik pada pembahsan nanti   DAFTAR PUSTAKA Corey, G. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA: Brooks/Cole. Capuzzi, D. & Gross, D.R. 2007. Counseling & Psychotherapy: Theories and Intervention. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Prentice-Hall McLeod, John. 2010. Pengantar Konseling: Teori dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana Seligman, L. 2006. Theories of Counseling and Psycotherapy. Colombus, Ohio: Pearson Merrill Prentice Hall. Sharf, Richard S. 2004. Theories of Psychotherapy and Counseling. Columbus, Ohio: Pearson Merril Prentice Hall.

Comments

Popular posts from this blog

Pendekatan teori Konseling Person Centered Therapy (PCT)

A. Nama Pendekatan 1. Non-directive therapy (menggambarkan Rogers dan para muridnya dalam melakukan riset terapi dengan pendekatan tidak langsung, pada tahun 1939). 2. Person-centred therapy 3. Client-centred therapy (diambil dari judul buku Rogers yang ditulis tahun 1951) 4. Relationship therapy 5. Rogerian 6. The person-centred approach. B. Sejarah Perkembangan Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois, pada tahun 1902 dan wafat di LaJolla, California, pada tahun 1987. Semasa mudanya, Rogers tidak memiliki banyak teman sehingga ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membaca. Dia membaca buku apa saja yang ditemuinya termasuk kamus dan ensiklopedi, meskipun ia sebenarnya sangat menyukai buku-buku petualangan. Ia pernah belajar di bidang agrikultural dan sejarah di University of Wisconsin. Pada tahun 1928 ia memperoleh gelar Master di bidang psikologi dari Columbia University dan kemudian memperoleh gelar Ph.D di dibidang psikologi klinis pada tahun 1931. Pada tahun 1...

psikologi kepribadian TIPOLOGI EDWARD SPRANGER

KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah . Sebagai ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan hakekat jiwa (kepribadian) manusia. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang Tipe Tipe Kepribadian Menurut Eduard Spranger. Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing kita ibu Drs. Mustam yang telah membimbing kita dalam pembuatan tugas makalah ini hingga bisa tersusun dengan rapi dan sesuai standar pembuatan makalah. Harapan kami dengan tersusunya makalah ini akan semakin banyak pembaca yang menjadikan makalah ini sebagai salah satu refrensi untuk mempelajari dan memahani tentang psikologi perkembangan. Tak ada gading yang tak retak, Kita sadar sebagi mahasiswa baru tentunya kita masih banyak kekurangan untuk menuntaskan masalah secra sendirian. Dan bila mana terdapat k...